Bersetubuh Dengan Pak Polisi - Kumpulan Cerita Seks dan Artikel Sex Terbaru di Indonesia

Post Top Ad

Rabu, 01 April 2020

Bersetubuh Dengan Pak Polisi




Saya, Linda (25), Sarjana Ekonomi . Usai tamat kuliah, saya bekerja pada salah satu perusahaan jasa keuangan di Medan. Sebagai wanita, terus terang, saya juga tidak bisa dikatakan tidak menarik. Kulit tubuh saya putih bersih, tinggi 163 cm dan berat 49 kg. Sementara ukuran bra 34B. Cukup bahenol, kata rekan pria di kantor. Sementara, suami saya juga ganteng. James namanya. Umurnya 4 tahun diatas saya atau 29 tahun. Ia berkerja pada perusahaan jasa konstruksi. Rendi orangnya pengertian dan sabar.
Soal hubungan kami, terutama yang berkaitan dengan malam-malam di ranjang’ juga tidak ada masalah. Memang tidak setiap malam. Paling tidak dua kali seminggu, james menunaikan tugasnya sebagai suami. Kadang, karena suami saya itu sering pulang tengah malam, tentu saja ia tampak capek bila sudah berada di rumah. Bila sudah begitu, saya juga tidak mau terlalu rewel. Juga soal ranjang itu.Ceritanya bermula pada saat saya bertemu dengan pria itu. Suatu malam sepulang makan malam di salah satu resto favorit kami, ntah kenapa, mobil yang disopiri suami saya menabrak sebuah sepeda motor. Untung tidak terlalu parah. Pria yang membawa sepeda motor itu hanya mengalami lecet di siku tangannya. Namun, pria itu marah-marah.
“Anda tidak lihat jalan atau bagaimana. Masak menabrak motor saya. Mana surat-surat mobil Anda? Saya ini polisi!” bentak pria berkulit hitam itu pada suami saya. 
Mungkin karena merasa bersalah atau takut dengan gertakan pria yang mengaku sebagai polisi itu, suami saya segera menyerahkan surat kendaraan dan SIM-nya. Kemudian dicapai kesepakatan, suami saya akan memperbaiki semua kerusakan motor itu esok harinya. Sementara motor itu dititipkan pada sebuah bengkel. Pria itu sepertinya masih marah. Ketika James menawari untuk mengantar ke rumahnya, ia menolak.“Tidak usah. Saya pakai ojek saja,” katanya.Kesokannya, James sengaja pulang kerja cepat. Setelah menjemput saya, kami pun pergi ke rumah pria gemuk itu. Rumah pria yang kemudian kami ketahui bernama Agus itu, berada pada sebuah gang kecil yang tidak memungkinkan mobil suami saya masuk. Terpaksalah kami berjalan dan menitipkan mobil di pinggir jalan.




Setelah berbasa basi dan minta maaf, James pun mengatakan kalau sepeda motor Pak Agus sudah diserahkan anak buahnya ke salah satu bengkel besar. Dan akan siap dalam dua atau tiga hari mendatang. Sepanjang James bercerita, Pak Agus tampak acuh tak acuh. 
“Oh begitu ya. Tidak masalah,” katanya.
Saya tahu, beberapa kali ia melirikkan matanya ke saya yang duduk di sebelah kiri. Tapi saya pura-pura tidak tahu. Memandang Pak Agus, saya merinding. Badannya besar meski ia juga tidak terlalu tinggi. Lengan tangannya tampak kokoh berisi. Sementara dadanya yang hitam membusung. Dari balik kaosnya yang sudah kusam itu tampak dadanya yang berbulu. Jari tangannya seperti besi yang bengkok-bengkok, kasar.
Pertemuan kedua, di kantor polisi. Setelah beberapa hari sebelumnya saya habis dirampok saat berhenti di sebuah perempatan lampu merah, saya diminta datang ke kantor polisi. Saya kemudian diberi tahu anggota polisi kalau penodong saya itu sudah tertangkap, tetapi barang-barang berharga dan HP saya sudah tidak ada lagi. Sudah dijual si perampok.Saat mau pulang, saya hampir bertabrakan dengan Pak Agus di koridor kantor Polsek itu. Tiba-tiba saja ada orang di depan saya. Saya pun kaget dan berusaha mengelak. Karena buru-buru saya menginjak pinggiran jalan beton dan terpeleset. Pak Agus Langsung menyambar lengan saya. Akibatnya, tubuh saya yang hampir jatuh, menjadi terpuruk dalam pelukan Pak Agus. Saya merasa berada dalam dekapan tubuh yang kuat dan besar. Dada saya terasa lengket dengan dadanya. Sesaat saya merasakan getaran itu.
“Makanya, jalannya itu hati-hati. Bisa-bisa jatuh masuk got itu,” katanya sambil melepaskan saya dari pelukannya. Saya hanya bisa tersenyum masam sambil bilang terimakasih.

Mungkin karena seringkali bertemu, Pak Herto Agus malah sering datang ke rumah. Datang hanya untuk bercerita.  Bahkan, tidak jarang pula James terlibat permainan catur yang mengasyikkan dengan Pak Herto bila ia datang pas ada James di rumah. Ketika suatu kali, suami saya ke Jakarta karena ada urusan pekerjaan, Pak Agus malah menawarkan diri untuk menjaga rumah. Suamiku, tentu saja gembira dengan tawaran itu. Dan saya pun merasa tidak punya alasan untuk menolak.
Meski sedikit kasar, tapi Pak Agus itu suka sekali bercerita dan juga nanya-nanya. Sekali waktu, saya keceplosan. Saya ceritakan soal desakan ibu mertua agar saya segera punya anak. Dan ini mendapat perhatiannya, Ia antusias sekali. Matanya tampak berkilau.“Oh ya. Ah, kalau yang itu mungkin saya bisa bantu,” katanya. Ia makin mendekat.
“Bagaimana caranya?” tanya saya bingung.
“Mudah-mudahan saya bisa bantu. Datanglah ke rumah. Saya beri obat dan sedikit diurut,” katanya
Dengan pikiran lurus, setelah sebelumnya saya memberitahu James, saya pun pergi ke rumah Pak Agus. Sore hari saya datang. Saat saya datang, ia juga masih pakai kain sarung dan singlet“Sekarang saja kita mulai pengobatannya,” ujarnyaPak Agus kemudian memberikan kain sarung. Ia menyuruh saya untuk membuka kulot biru tua yang saya pakai. Risih juga membuka pakaian di depan pria tua itu.
“Gantilah,” katanya ketika melihat saya masih bengong. Di atas ranjang kayu itu saya disuruh berbaring.
“Maaf ya,” katanya ketika tangannya mulai menekan perut saya.




“Ini dilepas saja,” katanya sambil menarik CD saya. Oops! Saya kaget.
“Ya, mengganggu kalau tidak dilepas,” katanya pula.
Tanpa menunggu persetujuan saya, Dia pun menggeser bagian atasnya. Saya merasakan bulu-bulu vagina saya tersentuh tangannya. CD saya pun merosot. Meski ingin menolak, tapi suara saya tidak keluar. Tangan saya pun terasa berat untuk menahan tangannya.

Pak Agus kembali melanjutkan pijatannya. Jari tangan yang kasar kembali bergerilya di bagian perut. Kedua paha saya yang masih rapat dipisahkannya. Tangannya kemudian memijati pinggiran daerah sensitif saya. Tangan itu bolak balik di sana. Sesekali tangan kasar itu menyentuh daerah klitoris saya. Saya rasa ada getaran yang menghentak-hentak. Dari mulut saya yang tertutup, terdengar hembusan nafas yang berat, Pak Agus makin bersemangat.“Ada yang tidak beres di bagian peranakan kamu,” katanya.
Satu tangannya berada di perut, sementara yang satunya lagi mengusap gundukan yang ditumbuhi sedikit bulu. Tangannya berputar-putar di selangkang saya itu. Saya merasakan ada kenikmatan di sana. Saya merasakan bibir vagina saya pun sudah basah. Kepala saya miring ke kiri dan ke kanan menahan gejolak yang tidak tertahankan.
Tangan kanan Pak Agus makin berani. Jari-jari mulai memasuki pinggir liang vagina saya.
Ia mengocok-ngocok. Kaki saya menerjang menahan gairah yang melanda. Tangan saya yang mencoba menahan tangannya malah dibawanya untuk meremas payudara saya. Meski tidak membuka BH, namun remasan tangannya mampu membuat panyudara saya mengeras. Uh, saya tidak tahu kalau kain sarung yang saya pakai sudah merosot hingga ujung kaki. CD juga sudah tanggal. Yang saya tahu lidah Pak Agis sudah menjilati selangkang saya yang sudah membanjir. Terdengar suara kecipak becek yang diselingi nafas memburu Pak Agus. Jilatan Pak Agus  benar-benar membuat dada saya turun naik. Kaki saya yang menerjang kemudian digumulnya dengan kuat, lalu dibawanya ke atas. Sementara kepalanya masih terbenam di selangkangan saya.Benar-benar sensasi yang sangat mengasyikan. Dan saya pun tidak sadar kalau kemudian,Aduh, saya orgasme! Tubuh saya melemas, tulang-tulang ini terasa terlepas. Saya lihat Pak Agus menjilati rembesan yang mengalir dari vagina.Saya memejamkan mata, sambil meredakan nafas. Sungguh, permainan yang belum pernah saya alami. Pak Agus naik ke atas ranjang.
“Kita lanjutkan,” katanya.Saya disuruhnya telungkup. Tangannya kembali merabai punggung saya. Mulai dari pundak. Lalu terus ke bagian pinggang. Dan ketika tangan itu berada di atas pantat saya, Jari tangannya turun naik di antara anus dan vagina. Berjalan dengan lambat. Ketika pas di lubang anus, jarinya berhenti dengan sedikit menekan. Wow, sangat mengasyikan. Tulang-tulang terasa mengejang. Terus terang, saya menikmatinya dengan mata terpejam.kemudian,terasa benda bulat hangat yang menusuk-nusuk di antara lipatan pantat, saya hanya bisa melenguh. Itu yang saya tunggu-tunggu. Saya rasakan benda itu sangat keras. Benar. Saat saya berbalik, saya lihat kontol Pak Agis itu. Besar dan hitam. Tampak jelas urat-uratnya. Bulunya pun menghitam lebat.Perlahan ujungnya masuk. Terasa sempit di vagina saya. Pak Agus pun menekan dengan perlahan. Ia mengoyangnya. Bibir vagina saya seperti ikut bergoyang keluar masuk mengikuti goyangan kontol Pak Herto. Hampir sepuluh menit Pak Agus asik dengan goyangannya. Saya pun meladeni dengan goyangan. Tubuh kami yang sudah sama-sama telanjang, basah dengan keringat. Kuat juga stamina Pak Agus. Belum tampak tanda-tanda itunya akan ‘menembak’.Padahal, saya sudah kembali merasakan ujung vagina saya memanas. Tubuh saya mengejang. Dengan sedikit sentakan, maka muncratlah. Berkali-kali. Orgasme yang kedua ini benar-benar terasa memuaskan. Liang vagina saya makin membanjir. Tubuh saya kehilangan tenaga. Saya terkapar.Beberapa saat kemudian, baru itu sampai pada puncaknya. Ia menghentak dengan kuat. Kakinya menegang. Dengan makin menekan, ia pun memuntahkan seluruh spermanya di dalam vagina saya. Saya tidak kuasa menolaknya. Tubuh besar hitam itu pun ambruk diatas tubuh saya. Luar biasa permainan polisi yang hampir pensiun itu. Apalagi dibandingkan dengan permainan Suamiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar